Jakarta
- Lima belas tahun lalu bangsa Indonesia pernah bermimpi punya pesawat buatan
anak negeri melalui N250 yang diciptakan BJ Habibie.
Namun,
apa daya akibat ikut terseret arus politik, pesawat yang dinamai Gatotkaca
tersebut yang sudah melalu berbagai perjuangan dan kerja keras oleh
International Monetary Fund (IMF) diperintahkan untuk dihentikan.
Lima
belas tahun berlalu, mimpi yang kandas tersebut kembali dihidupkan kembali oleh
sang anak Ilham Habibie yang bertekad untuk mewujudkan mimpi sang ayah dan
bangsa Indonesia, memproduksi pesawat sipil the next N250, si Gatotkaca terbang
melintasi nusantara dan dunia.
Bagaimana
cara Ilham mewujudkan impian sang ayah tersebut? ini petikan wawancara
detikFinance dengan Ilham Habibie yang ditemui dikantornya, di Kawasan Mega
Kuningan, Jakarta, pekan lalu, seperti dikutip Senin (18/3/2013).
Mengapa
Anda Ingin Melanjutkan Proyek The Next N250?
Banyak
hal, ini tidak hanya sekedar melanjutkan proyek Bapak (BJ Habibie) yang dulu
gagal bukan karena ketidakmampuan kita, tetapi dikarenakan politik, kita
dipaksa untuk gagal.
Tujuannya,
ingin menunjukkan kepada bangsa Indonesia, bahwa kita mampu, kita bisa dan
memang sebetulkan kita bisa membuat pesawat dari anak-anak bangsa.
Bagi
kami, pesawat terbang adalah simbol, bahwa ketika kita bisa membuat pesawat
sendiri dan memang layak secara ekonomis, maka pada prinsipnya anak bangsa ini
bisa menciptakan apa saja, baik itu mobil, kereta api, sepeda motor, komputer
atau apapun teknologi canggih didunia ini.
Anda
menyebut N250 karya BJ Habibie dipaksa gagal, siapa yang memaksa?
International
Monetary Fund (IMF). Pada tahun 1998 negara kita mengalami krisis financial,
IMF masuk untuk membantu Indonesia untuk keluar dari krisis. Salah satu
perintah mereka adalah menghentikan proyek N250.
Terang
saja itu merupakan suatu pukulan keras dan sangat disayangkan oleh Bapak.
Karena secara teknis proyek pesawat tersebut tidak ada hubungannya dengan
krisis yang melanda Indonesia.
Selain
itu proyek yang dilakukan IPTN ( Industri Pesawat Terbang Nusantara) saat ini
bernama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tidak memiliki utang di luar negeri,
hanya memiliki pinjaman dengan negara sendiri. Dan yang terlilit utang pada
saat itu adalah perusahaan swasta, namun apa daya, karena politis proyek ini
dihentikan.
Mendapati
proyek tersebut dihentikan tentu sangat disayangkan oleh Bapak (BJ Habibie),
mengapa? Karena N250 sudah hampir selesai, tinggal disertifikasi layak terbang
untuk sipil. Jadi ini bukan karena ketidakmampuan kita tetapi karena unsur
politis.
Terhentinya
proyek pesawat N250 berdampak pada kelangsungan IPTN sendiri. Memang IPTN masih
memiliki proyek lain seperti CN235 dan mensuplai suku cadang perusahaan lain,
namun CN235 itu lebih dikhususnya untuk pelanggan-pelanggan militer seperti TNI
Angkatan Udara.
Sementara
pasar yang jauh lebih besar adalah pesawat sipil (N250), namun tentunya untuk
bisa lalu di pasaran kita tidak mungkin hanya punya satu pesawat kita perlu
portfolio beberapa produk untuk kita tawarkan ke pelanggan. Jadi bagaimana kita
mau mengembangkan produk pesawat sipil ini.
Modal
kita Apa? Apalagi produsen pesawat saat ini juga bersaing sangat ketat ada
Boeing, Airbus, Shukoi, ATR dan banyak lagi?
Secara
prinsip kita mampu buat pesawat, karena kita dulu dan sampai saat ini masih
bisa buat pesawat. Bagaimana menyaingi perusahaan pembuat yang saat ini juga
bersaing dengan produk pesawat yang canggih? Kita punya sumber daya manusianya.
Banyak
putra-putri bangsa Indonesia saat ini tersebar di beberapa perusahaan di luar
negeri, ada yang bekerja di Boeing, ada yang di Airbus, ATR, di Brazil, Jerman,
Italia, Inggris, Prancis, di PT DI dan lainnya.
Sebagian
besar mereka bisa diajak kembali untuk membuat proyek tanah air ini. Dan
sebagian lagi bisa bekerjasama dengan menyumbangkan pikiran mereka atau menjadi
konsultan kita, jaman sekarang maju, mereka bisa bersama-sama kita mengerjakan
proyek ini walau diri mereka tidak ada di Indonesia, tetapi di tempat kerja
mereka, kita bisa berkolaborasi.
Kita
dari A-Z bisa membuat teknologi pesawat canggih, kita mampu untuk itu. Masa
negara ini hanya tergantung pada Sumber Daya Alam (SDA) walau itu tidak ada
yang salah, tapi kita harus tunjukkan kepada dunia, kita ini bangsa yang bisa
menciptakan produk-produk kita sendiri. Ketika kita mampu ciptakan pesawat dan
laku di jual, kita pasti akan bisa buat mobil, sepeda motor kereta api.
Pesawat
terbang menjadi sangat fundamental bagi Indonesia karena luasnya wilayah Indonesia
yang terdiri dari ribuan pulau, dan ribuan pulau tersebut untuk membangunnya
tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan kapal, jembatan atau kereta api.
Pesawat
terbanglah yang sangat mampu untuk 'menyambungkan' pulau-pulau di Indonesia,
mobilitas yang makin hari makin tinggi menuntut kecepatan, seperti ikan tuna
hari ini ditangkap besoknya harus ada di Jepang, itu tidak bisa dilakukan tanpa
menggunakan pesawat.
Bisa
dilihat saat ini saja harga tiket kapal dan kereta api jauh lebih mahal dibandingkan
dengan harga tiket pesawat. Ketika suatu perusahaan airlines dikelola dengan
manajemen yang baik dan memiliki pesawat yang banyak, maka ongkos biaya
transportasi mereka akan jauh lebih murah.
Modal
terakhir tentunya dibutuhkan financial yang cukup besar, tidak sedikit, kalau
dari dana kita sendiri tentunya tidak akan cukup membiayai perusahaan yang
memilai proyek pembuatan pesawat dari awal kembali.
Untuk
itu dibutuhkan kolaboransi dengan pihak luar, kita akan menggaet
perusahaan-perusahaan yang bisa memberi kita modal untuk menggarap proyek kita
ini. Dan tetap kami pastikan kepemilikan kita tetap mayoritas, karena ini
merupakan proyek nasional.
Kenapa
harus berkolaborasi? Ya seperti perusahaan Airbus dia bisa besar seperti saat
ini saja harus berkolaborasi dengan Prancis, Jerman, Inggris, Itali dan
Spanyol, mereka bergabung menjadi satu untuk membangun Airbus bisa mengalahkan
perusahaan lainnya.
Setelah
produksi, ke mana pesawat ini akan dijual? Sementara maskapai-maskapai di dalam
negeri sudah menggunakan produk dari perusahaan kelas dunia?
Pasar
utama tentunya pasar dalam negeri sendiri. Bayangkan potensi kita sangat besar,
pulau-pulau yang belum tersambung lalu lintas pesawat banyak sekali.
Kebutuhan
pesawat tiap tahunnya di Indonesia tidak ada habisnya. Bayangkan saja berapa
miliar dolar dihabiskan perusahaan airlines kita untuk membeli pesawat tiap
tahunnya.
Bahkan
Menteri Keuangan saja pernah complain, neraca perdagangan kita terganggu karena
banyaknya kita membeli pesawat terbang dan ke depannya kebutuhannya akan makin
banyak.
Tentunya
kita tidak akan mengandalkan pasar dalam negeri saja, tetapi juga pasar di luar
negeri juga. Kalau kita mengandalkan pasar dalam negeri sendiri itu bahaya.
Namun, bagaimana pesawat kita mau laku di luar negeri kalau di dalam negeri
pesawat kita belum dipakai. Jadi fokus utama tentu pasar dalam negeri dahulu.
Untuk
mewujudkan proyek pesawat terbang The Next N-250 ini saya mengajak mantan
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah. Kami mendirikan
perusahaan PT Ragio Aviasi Industri (RAI).
Alasannya
menggandeng Erry, karena Pak Erry punya segudang pengalaman dalam bidang
finansial, dari sisi saja pengalaman enginer, nanti ketika perusahaan ini
berjalan dan berkembang, tentunya ada keinginan kita bisa melantai di bursa
saham untuk mencari modal dan mengembangkan perusahaan ini jauh lebih besar
lagi, dan tidak perlu repot lagi karena Pak Erry sangat menguasai bidang ini.
Jadi
pesawat yang akan dibangun adalah N-250 karya ayah Anda?
Tidak.
Yang kita buat adalah R80, berbeda dengan N-250 buatan Bapak saya. Mungkin yang
sama hanyalah diameter pesawat saja, namun ukuran pesawat R80 ini jauh lebih
besar karena N-250 kapasitas penumpangnya hanya untuk 50 kursi, sementara R80
kapasitas kursinya sebanyak 80 kursi.
Selain
itu, mesin juga berbeda, kokpit juga berbeda, sistem kendali juga berbeda,
sistem landing juga berbeda. Pesawatnya berbeda, tetapi tujuannya sama yakni
agar pesawat hasil karya anak bangsa sendiri bisa terbang melintasi nusantara
dan dunia.
Dan
kita sangat-sangat mampu untuk membuatnya, IMF atau apapun tidak akan bisa
menghalangi kita kembali.
(Sumber:
finance.detik.com)